Mengangkat Kearifan Lokal Motif Kasab ke Motif Rajut
Oleh Yell Saints
Isu tentang kearifan lokal belakangan ini sering
dibahas. Apalagi pasca tsunami 2004 silam yang telah menyelamatkan masyarakat
Simeulue, lewat kata “smong” untuk
menginagtkan bencana. Dampak bencana pun dapat dihindari,
dari total populasi kurang lebih 78.000 orang di pulau Simeulue hanya
mengakibatkan 7 orang korban meninggal dunia. Padahal sekitar 95% penduduknya
menempati daerah pesisir yang dekat dengan pusat gempa.
Penerapan konsep kearifan lokal tidak hanya terbatas
pada bancana, tapi juga bisa digunkan pada kondis lain. Misalnya pada
nilai-nilai dalam seni, budaya dan barang-barang peninggalan bersejarah. Jadi,
apa sebenarnya kearifan lokal tersebut? Menurut Hermana, (2006), Kearifan lokal
diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan yang berujud aktivitas, untuk
menjawab permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat.
Kearifan lokal didapat dari kehidupan sekitar
masyarakat yang diambil dari kondisi alam, maupun nilai-nilai budaya yang
mempengaruhinya. Orang-orang yang hidup pada zaman dahulu memaknai suatu hal
dari tumbuhan, hewan, bentuk geografis suatu daerah dan benda-benda yang
terdapat pada masa itu. Kemudian mereka tuangkan melalui syair-syair, cerita,
lukisan dan kerajinan tangan berupa motif dan bentuk.
Oleh masyarakat Aceh Selatan kearifan lokal itu
dituangkan ke dalam bentuk kerajinan tangan berupa kasab. Motif yang terdapat
dalam kasab menggambarkan daerah tersebut, namun sayangnya tidak banyak yang
mengetahui hal itu. Sehingga generasi sekarang hanya melihat kasab sebagai
karya seni atau pelengkap adat dalam pesta penikahan dan sunatan.
Bahkan kita hanya bisa melihat motif-motif tersebut
lewat kasab pelaminan benang emas, di acara pesta atau saat Pekan Kebudayaan
Aceh (PKA) yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Ini tentunya dapat
mengakibatkan hilangnya nilai-nilai suatu kebudayaan, ditengah derasnya arus
budaya luar yang datang ke Aceh. Oleh sebab itu perlu ide kreatif untuk
mengatisipasi hal ini, dengan memunculkan produk rajut tapi motif kasab.
Sebagai keluarga yang sudah turun temurun menjadi
pengrajin kasab, saya pun berinisiatif untuk membuat motif-motif yang biasa
digunakan dalam kasab, dibuat untuk motif rajut. Hal ini dikarenakan produk rajut
sedang digemari oleh masyarkat saat ini. Oleh karena kasab tidak bisa dipakai
sembarangan, jadi rajut merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikannya.
Selain itu kasab dan rajut sama-sama dibuat dari kerajinan tangan.
Yell
Saints Rajut merupakan produk buatan lokal dari suku aneuk jame yang ada di Gampong Air
Sialang, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Produk yang dihasilkan asli
buatan tangan para pengrajin. Motif yang digunakan dalam produk Yell saints
Rajut, diambil dari motif kasab sulam benang emas. Para pengrajin rajut Yell
Saints Rajut, juga sebagai pengrajin kasab sulam emas. Oleh karena kasab benang
emas hanya digunakan saat upacara adat, maka para pengrajin menambah kegiatan
lain dengan cara merajut.
Motif
rajut yang dihasilkan, sama halnya dengan motif jahitan pada kasab emas. Hal
ini untuk menjaga kearifan lokal yang ada pada suku aneuk jame.
1. Motif
tampuak lawang/tampuak ampek
Motif
ini menggambarkan empat sudut
dengan jarak yang sama, menyerupai tangkai cengkeh/lawang. Terdiri dari empat
kelopak yang merekah. Berdasarkan kearifan lokal aneuk jame yang tinggal di Aceh Selatan, cengkeh
menggambarkan hasil komuditas utama dari pertanian yang ada di Aceh Selatan.
Makna filosofinya yaitu kehidupan yang
sempurna di topang oleh empat bagian yaitu; iman, islam, tauhid dan ma’rifat.
2. Motif
Sisiak Rumbio (Sisik Rumbia)
Daerah
Aceh Selatan terdapat lahan rawa dan gambut yang cukup banyak. Sehingga rumbia
menjadi tumbuhan endemik. Rumbia menjadi komuditas yang kaya meanfaat mulai
dari buah, batang, pelepah dan daun.
3. Motif naiak
turun
Motif ini menggambarkan kondisi geografis Aceh
Selatan yang memiliki banyak gunung dan lembah. Makna filosofisnya bahwa
kehidupan pasti ada kondisi kita saat di atas dan di bawah yaitu ada naik dan
turun.
4. Motif
takat sabalah


Takat berarti perkiraan yang tepat,
sabalah berarti sebelah. Motif ini
digunakan untuk motif-motif yang kecil dan sulit untuk motif yang besar. Selain
itu juga ada variasi dengan takat duo,
supaya motif yang ditampilkan tidak menoton.
5. Motif
pucuk rebung
Pucuk
rebung merupakan tumbuhan bambu yang masih kecil. Masyarakat aneuk jame menjadikannya
sebagai sayur. Berdasarkan filosofi bentuk dasarnya yang lebar berarti orang
banyak. Pucuk berarti pimpinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah
masyarakat dipimpin oleh orang banyak.
Penggunaan
motif-motif ini diharapkan bisa menjadi sebagai media promosi kepada
masayarakat agar tidak meninggalkan nilai-nilai budayanya. Kalau biasanya motif
tersebut hanya bisa dilihat dalam bentuk kasab benang emas, tapi sekarang
motif-motif tersebut ada dibuat dalam bentuk tas rajut dan tentunya bisa
digunakan dalam keseharian.
Begitulah hal-hal kecil
yang bisa dilakukan untuk mengangkat kembali kearifan lokal yang ada di suatu
daerah. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya?
Jadi tugas kita sebagi generasi sekarang untuk menjaga dan meneruskannya ke
generasi mendatang. Seperti yang dikatakan pepatah Aceh “ Mate aneuk meupat
jirat, mate adat pat tamita. Semoga bermanfaat